Teknologi Artificial Intelligence (AI) membuka babak baru dalam dinamika konflik Israel-Gaza. Israel menerapkan AI dalam operasi militer yang dikenal sebagai ‘pabrik target’, dimulai sejak 2019. Penggunaan AI diklaim meningkatkan akurasi penentuan target hingga 70%.
Jumlah target yang ditentukan dengan bantuan AI meningkat dua kali lipat. Pada Operasi Guardian of the Walls 2021, jumlah target harian melonjak dari 50 menjadi 100.
Sistem AI dinilai mampu menentukan target dengan lebih cepat dan akurat daripada manusia. Teknologi ini diakui memiliki kemampuan superior dalam menentukan sasaran serangan.
Pejabat IDF menegaskan bahwa Israel mempertimbangkan secara seksama dalam menentukan target serangan. Standar tinggi yang diterapkan bertujuan menciptakan dampak besar pada musuh sambil meminimalkan kerugian pada warga yang tidak terlibat.
“Kami tidak berkompromi pada kualitas intelijen dan menciptakan target serangan yang tepat terhadap infrastruktur terkait Hamas. Kami berupaya menyebabkan kerusakan maksimum pada musuh sambil meminimalkan dampak pada warga yang tidak terlibat,” jelas seorang pejabat tentara IDF.
Israel menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi lokasi yang diduga sebagai markas Hamas, kemudian melancarkan serangan udara di lokasi tersebut.
Meski demikian, penerapan teknologi ini menimbulkan kekhawatiran karena Israel juga terlibat dalam tindakan militer yang mengakibatkan korban di kalangan masyarakat sipil. Laporan dari mantan perwira intelijen Israel mengindikasikan bahwa serangan yang dilancarkan lebih menekankan pada kuantitas daripada kualitas, dengan potensi dampak negatif terhadap warga sipil.