Bigzure – Publikasi ilmiah tentang Gunung Padang sebagai piramida tertua di dunia telah dicabut oleh Archaeological Prospection. Dalam pengumuman terbarunya, jurnal online tersebut menyatakan bahwa klaim tersebut adalah sebuah kesalahan besar yang tidak dapat dipertahankan.
Sebelumnya, publikasi ilmiah tentang Gunung Padang telah menarik perhatian luas karena mengklaim situs tersebut sebagai piramida tertua yang dibangun oleh manusia purba.
Menurut klaim tersebut, Gunung Padang, yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “Gunung Pencerahan,” tidak terbentuk secara alami, melainkan dibangun secara cermat oleh manusia purba menjadi piramida antara rentang waktu 25.000 hingga 14.000 tahun yang lalu.
Namun, klaim ini kini telah dipertanyakan oleh komunitas arkeolog internasional. Beberapa ahli meragukan validitas klaim tersebut karena kurangnya bukti yang kuat yang mendukungnya.
Flint Dibble, seorang arkeolog dari Universitas Cardiff, Inggris, mengungkapkan kepada Nature bahwa meskipun data yang digunakan oleh tim peneliti untuk mengklaim Gunung Padang sebagai piramida tertua mungkin sah, kesimpulan yang diambil dari data tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Salah satu kritik utama terhadap klaim tersebut adalah kurangnya bukti konkret tentang adanya aktivitas manusia di situs tersebut. Penanggalan karbon yang dilakukan pada sampel tanah yang dianggap sebagai bagian dari struktur piramida tidak menunjukkan bukti-bukti seperti pecahan tulang atau arang yang dapat mengindikasikan keberadaan manusia pada masa tersebut.
Oleh karena itu, tanpa bukti yang lebih kuat tentang aktivitas manusia yang terkait langsung dengan struktur piramida tersebut, klaim bahwa Gunung Padang adalah piramida kuno yang dibangun oleh manusia purba sekitar 9.000 tahun yang lalu dianggap tidaklah benar.
Sebagai tanggapan atas kontroversi ini, Archaeological Prospection telah mengambil langkah untuk menarik publikasi tersebut. Dalam pemberitahuan resmi mereka, jurnal tersebut menjelaskan bahwa klaim tentang Gunung Padang sebagai piramida tertua di dunia tidak didukung oleh bukti yang cukup kuat, dan oleh karena itu, publikasi tersebut tidak dapat dipertahankan.
Dengan demikian, penarikan publikasi ini menyoroti pentingnya validasi yang ketat dan penggunaan bukti yang kuat dalam klaim arkeologis, serta pentingnya keterbukaan terhadap peninjauan sejawat untuk mencegah penyebaran informasi yang tidak tepat dalam bidang ilmu pengetahuan.